Gubernur: Suku Bantik Sangat Menghormati Adat

pembukaan festival bantik (foto humas)
pembukaan festival bantik (foto humas)

Sulut, sulutexpress-Dalam rangka memperingati gugurnya Pahlawan Nasional Robert Wolter Monginsidi yang ke-67, digelarlah Festival Seni Budaya Bantik yang resmi di buka Gubernur Olly Dondokambey, di lapangan Bantik Malalayang Manado, Senin (05/08) sore.

Gubernur atas nama pemerintah dan masyarakat sulawesi utara memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada panitia pelaksana yang telah berupaya menggelar kegiatan ini menjadi event tahunan guna menunjang promosi wisata yang sedang giat-giatnya dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sulut.

“Kiranya, melalui momentum peringatan gugurnya Pahlawan Nasional Robert Wolter Mongisidi ini, kita dapat merapatkan barisan untuk berjuang membangun negeri guna mewujudkan kesejahteraan rakyat, sehingga bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang maju dan bermartabat serta dapat berdiri sejajar dengan negara lain di dunia demi keutuhan NKRI,” tutur Olly.

Gubernur juga berkata, kekayaan budaya bangsa kita termasuk adat budaya bantik dinilai mampu menjadi benteng perlindungan, penyaring atau filter masuknya nilai-nilai budaya asing yang tidak sesuai dengan dengan karakter budaya kita.

Sebab itu, Gubernur percaya masyarakat bantik mampu memegang peran penting, karena historikal sulut telah membuktikan bahwa suku bantik sangat menghormati adat. kesemuanya itu dapat terwujud, karena falsafah hidup yang terus dipegang teguh yaitu Hinggilr’indang, Hintalr’unang dan hintakinang yang dapat diartikan Berkasih-kasihan atau saling baku sayang deng baku-baku bae tanpa memandang perbedaan.

Sementara Kolonel Inf. Ricky Winowatan atas nama keluarga telah membacakan surat Bote yang ditulis 27 Maret 1945 atau enam bulan sebelum pelaksanaan eksekusi. Nilai yang dapat diambil dalam surat tersebut bahwa pada saat itu Bote telah berhasil melewati pergumulan, gejolak bahkan benturan dalam pribadinya, baik intelekteual, emosional dan spiritual.

Keberhasilan Bote tersebut tertuang dalam kalimat ‘Ketakutan terhadap maut telah hilang padaku’ dan ‘janganlah cemas atau gelisah, sebab aku sendiri telah lalui segala ketakutan dan kegentaran’.

Bagi Bote grasi adalah jebakan pihak penjajah, menerima grasi berarti mengingkari keyakinan akan kebenaran perjuangan yang dilakukan akan berubah menjadi kesalahan. Dalam Surat itu Bote berkata ‘Kiranya jangan mengirim permohonan grasi buat saya sebab ini semata-mata dibawah pertangungan saya serta sayapun telah menolak grasinya, jelas Winowatan.

Karena itulah Winowatan mengajak masyarakat Sulut untuk mengharggai sejarah, apalagi sejarah pahlawan dari Sulut, ujar Pamen yang bertugas di Mabes TNI AD ini.

Sedangkan ketua Panitia Pelaksana Drs AKBP Reino Bangkang menyebutkan, Robert Wolter Mogisidi yang akrab di panggil Bote gugur akibat dieksekusi tembak mati pada hari Senin 5 September 1949 oleh kaum penjajah di makasar Sulawesi Selatan.

Turut hadir Unsur Forkopimda Sulut serta pejabat teras lingkup Pemprov Sulut. (Onal/tim)

 1,032 total views,  1 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *